Assalamualaikum sahabat HIMI semua...
Seneng nih buat episode kali ini admin udah ga delay lagi :)
Dan yang paling spesial di episode ini adalah kalian bakalan dimanjakan sama tulisan Ketua Umum Himi Pimpinan Komisariat STAI Persis Garut. Pasti penasaran banget kan apa isinya? Boleh banget nih di read more, soalnya kapan lagi kalian bisa nemuin tulisan Ibu Ketua HIMI selain di sini, iya gak?
Kayanya basa-basinya gak usah panjang-panjang kali ya..
Okelah langsung ajah yah,
Perjalanan
Hidup Seorang Muslimah
Mati-Hidup-Mati-Hidup, demikianlah perjalanan yang akan
dialami setiap manusia. Sebagaimana dalam QS. al-Baqarah (2) ayat 28:
“Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu
tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan
dihidupkanNya kembali, kemudian kepadaNya-lah kamu dikembalikan.”
Saat ini posisi kita berada ditahap kehidupan awal yang kelak akan
menemui kembali tahap kematian. Hal ini menyadarkan kita bahwa kehidupan saat
ini yang kita jalani sejatinya tidak abadi. Kita akan melewati tahap kematian
yang kedua untuk akhirnya berada di tahap kehidupan terakhir yang abadi, yang
sejatinya tidak akan menemui dan melewati kembali tahap kematian, tahap
kebinasaan. Hal ini menunjukkan bahwa kita akan berakhir di tahap kehidupan
yang kekal abadi selamanya. Entah berakhir dalam kehidupan yang menyenangkan
atau berakhir dalam kehidupan yang menyengsarakan. Dan ingat, kita akan kembali
kepada Sang Pencipta, yang menciptakan kita sebagai seorang makhluk, Allah Subhanahu
Wa Ta’ala.
Mati-Hidup-Mati-Hidup-Kembali kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ingatlah itu perjalanan hidup kita! Sadarkah kita akan tugas yang
kita emban karena telah diciptakan oleh Sang Maha Kuasa, Allah Subhanahu Wa
Ta’ala?
Jawabannya cukup diwakili dengan satu ayat, yakni dalam QS.
adz-Dzariyat (51) ayat 56:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan agar mereka beribadah (mengabdi) kepadaKu.”
Satu ayat yang ringkas, namun padat akan makna. Kata kuncinya simple,
“Ibadah”. Namun, kata tersebut padat akan makna. Karena kata tersebut
mencangkup banyak hal dan ibadah itu tidak hanya berupa sujud, shalat menyembah
Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Melainkan ibadah adalah segala bentuk hal
yang dilakukan semata-mata untuk menyembah kepadaNya (mengesakanNya).[1]
Menyembah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala berarti menaati segala
perintahNya dan laranganNya. Menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya.
Semua hal akan dilakukan semata-mata untuk menyembah kepada Sang Maha Kuasa. Setiap
langkah kehidupan yang dilalui semata-mata dalam rangka beribadah kepadaNya.
Demikianlah sejatinya tugas kita sebagai seorang hamba dan sebagai seorang makhluk
yang diciptakan. Tak ada prioritas lain dalam kehidupan ini selain beribadah
kepadaNya. Ibadah, ibadah, ibadah, dan ibadah.
Jika kalian santri Pesantren Persatuan Islam (PPI) pasti tidak akan
asing dengan motto hidup “Hayatuna Kulluha ‘Ibadatun” (Hidup kami
seluruhnya hanya untuk ibadah). Jika dipahami dengan cermat, maka benarlah
adanya bahwa inti dari kehidupan ini hanya untuk ibadah.
Lalu, salah satu bentuk ibadah kita kepada Allah Subhanahu Wa
Ta’ala adalah menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala
laranganNya. Salah satu dari beberapa hal yang Allah perintahkan adalah dakwah.
Kata dakwah berasal dari bahasa Arab دعوة -يدعو –دعا yang memiliki arti ajakan, seruan, atau
panggilan. Allah Subhanahu
Wa Ta’ala memerintahkan setiap muslim/muslimah yang berilmu untuk
berdakwah. Sebagaimana dalam hadits dan beberapa ayat Alquran berikut ini:
بلِّغوا عنّي و لو آية
“Sampaikanlah oleh kalian dariku walau satu ayat...” (HR. Bukhari dari ‘Abdullah bin ‘Amr)
“Siapakah yang lebih baik perkataannya
daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan
berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri."
“…Nasehat-menasehati
supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran.”
Dari dalil-dalil tersebut menjelaskan bahwa
kita selaku umat nabi Muhammad diperintahkan untuk berdakwah. Baik dengan cara
menyampaikan, mengajak, ataupun saling menasehati. Hal-hal tersebut tidak lain
adalah dalam rangka berdakwah.
Lalu, bercermin dari diri Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam bahwa beliau diutus sebagai rasul tidak lain adalah untuk
mengajarkan al-Kitab (Alquran) dan al-Hikmah (al-Hadits) –QS. al-Baqarah (2):
151—. Mengajarkan merupakan bentuk dakwah (ajakan), karena maksud dari
mengajarkan tersebut agar mustami’ (orang yang mendengar) atau muta’allam
(orang yang diajar) itu mengikuti Alquran dan al-Hadits sebagaimana yang
telah diajarkan.
Selanjutnya, bagaimana dengan kita (khususnya sebagai seorang muslimah)?
Muslimah pun tidak luput dari kewajiban untuk berdakwah.
Baik dakwah bil-lisan (dengan ucapan), bil-kitabah (dengan
tulisan), atau bil-arkan (dengan perbuatan). Berdakwah itu terkadang
dianggap sempit hanya sebatas ceramah saja, padahal dakwah tidak hanya itu.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dakwah itu mencakup semua
hal yang bermaksud mengajak orang lain untuk mengikuti Alquran dan Hadits.
Satu langkah dalam berdakwah adalah dengan berilmu. Sebelum menyampaikan ilmu secara
otomatis kita dituntut untuk mengetahui terlebih dahulu akan ilmu tersebut.
Agar dapat dipertanggungjawabkan atas apa yang disampaikan. Jangan sampai
bermaksud menyelamatkan malah jadi menyesatkan. Ketika sudah berilmu, maka
kebutuhan selanjutnya adalah berjam’iyyah. Karena dakwah akan semakin kokoh dan
teguh jika diiringi dengan berjam’iyyah (tidak sendirian). Sebagaimana hadits
riwayat Ahmad dari Abu Dzar ra., “Dua lebih baik dari satu, tiga lebih baik
dari dua, empat lebih baik dari tiga, maka wajib atas kamu berjama’ah.
Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku kecuali dalam hidayah.”
Hadits tersebut menjelaskan bahwa berjama’ah lebih baik
daripada tidak berjama’ah. Ada yang mengingatkan ketika kita keliru dalam
menyampaikan. Ada yang mengarahkan ketika kita sesat di tengah perjalanan. Demikian
juga dengan berorganisasi. Bergabung dengan suatu organisasi lebih baik
daripada tidak berorganisasi. Salah satunya adalah organisasi kader, seperti
halnya Himi Persis yang berperan didalamnya. Himi Persis merupakan nama suatu
Ormawa (Organisasi Mahasiswa) di lingkungan kampus. Lebih baik bergabung di
Himi Persis daripada sendirian. Agar tak hanya dakwah, namun juga berukhuwah.
Hal ini merupakan satu tahap dalam berdakwah. Jadi,
yakinkan bergabung di dalam suatu organisasi adalah untuk berdakwah. Berdakwah,
berdakwah, dan berukhuwah. Jika boleh diibaratkan, maka Himi Persis bagaikan
kapal layar yang mengibarkan bendera dakwah berisikan para pejuang
muslimah tangguh dalam menghadapi ribuan dentuman ombak kesesatan.
Dengan demikian, perjalanan hidup seorang muslimah
tidaklah sebentar dan tidak pula lama, hanya tidak akan ada kesempatan lagi
jika tidak dilakukan di kehidupan saat ini. Beribadah adalah bekalnya. Bekal
untuk menghadap kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala kelak. Salah satunya
adalah dengan berdakwah. Berdakwah dengan berilmu dan berjamiyyah. Maka dari
itu, jangan sia-siakan waktu mudamu untuk tidak berjamiyyah –khususnya di Himi
Persis—. Sekian. Wallahu Ta’ala A’lam
الله يأخذ بأيدينا إلى ما فيه خير للإسلام و المسلمين
إنّما العلم بالتّعلّم
Penulis,
Ghina Saniawati Ahmad (Bintu ash-Shalihah)
[1] Abul-Hasan Muqatal bin
Sulaiman bin Basyir al-Azdy al-Balkhy. Tafsir Muqatal bin Sulaiman. Cet.
Ke 4. Hal. 133
Bagikan
Ini dia tulisan ketum HIMI STAIPI GARUT, penasaran???
4/
5
Oleh
Unknown