Senin, 03 Oktober 2016

Ini dia tulisan ketum HIMI STAIPI GARUT, penasaran???



Assalamualaikum sahabat HIMI semua...
Seneng nih buat episode kali ini admin udah ga delay lagi :)
Dan yang paling spesial di episode ini adalah kalian bakalan dimanjakan sama tulisan Ketua Umum Himi Pimpinan Komisariat STAI Persis Garut. Pasti penasaran banget kan apa isinya? Boleh banget nih di read more, soalnya kapan lagi kalian bisa nemuin tulisan Ibu Ketua HIMI selain di sini, iya gak?
Kayanya basa-basinya gak usah panjang-panjang kali ya..
Okelah langsung ajah yah, 
 


Perjalanan Hidup Seorang Muslimah
Mati-Hidup-Mati-Hidup, demikianlah perjalanan yang akan dialami setiap manusia. Sebagaimana dalam QS. al-Baqarah (2) ayat 28:
  
“Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkanNya kembali, kemudian kepadaNya-lah kamu dikembalikan.”
Saat ini posisi kita berada ditahap kehidupan awal yang kelak akan menemui kembali tahap kematian. Hal ini menyadarkan kita bahwa kehidupan saat ini yang kita jalani sejatinya tidak abadi. Kita akan melewati tahap kematian yang kedua untuk akhirnya berada di tahap kehidupan terakhir yang abadi, yang sejatinya tidak akan menemui dan melewati kembali tahap kematian, tahap kebinasaan. Hal ini menunjukkan bahwa kita akan berakhir di tahap kehidupan yang kekal abadi selamanya. Entah berakhir dalam kehidupan yang menyenangkan atau berakhir dalam kehidupan yang menyengsarakan. Dan ingat, kita akan kembali kepada Sang Pencipta, yang menciptakan kita sebagai seorang makhluk, Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Mati-Hidup-Mati-Hidup-Kembali kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ingatlah itu perjalanan hidup kita! Sadarkah kita akan tugas yang kita emban karena telah diciptakan oleh Sang Maha Kuasa, Allah Subhanahu Wa Ta’ala?
Jawabannya cukup diwakili dengan satu ayat, yakni dalam QS. adz-Dzariyat (51) ayat 56:
 
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah (mengabdi) kepadaKu.”
Satu ayat yang ringkas, namun padat akan makna. Kata kuncinya simple, “Ibadah”. Namun, kata tersebut padat akan makna. Karena kata tersebut mencangkup banyak hal dan ibadah itu tidak hanya berupa sujud, shalat menyembah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Melainkan ibadah adalah segala bentuk hal yang dilakukan semata-mata untuk menyembah kepadaNya (mengesakanNya).[1] Menyembah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala berarti menaati segala perintahNya dan laranganNya. Menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Semua hal akan dilakukan semata-mata untuk menyembah kepada Sang Maha Kuasa. Setiap langkah kehidupan yang dilalui semata-mata dalam rangka beribadah kepadaNya. Demikianlah sejatinya tugas kita sebagai seorang hamba dan sebagai seorang makhluk yang diciptakan. Tak ada prioritas lain dalam kehidupan ini selain beribadah kepadaNya. Ibadah, ibadah, ibadah, dan ibadah.
Jika kalian santri Pesantren Persatuan Islam (PPI) pasti tidak akan asing dengan motto hidup “Hayatuna Kulluha ‘Ibadatun” (Hidup kami seluruhnya hanya untuk ibadah). Jika dipahami dengan cermat, maka benarlah adanya bahwa inti dari kehidupan ini hanya untuk ibadah.
Lalu, salah satu bentuk ibadah kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya. Salah satu dari beberapa hal yang Allah perintahkan adalah dakwah. Kata dakwah berasal dari bahasa Arab دعوة -يدعو دعا  yang memiliki arti ajakan, seruan, atau panggilan. Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan setiap muslim/muslimah yang berilmu untuk berdakwah. Sebagaimana dalam hadits dan beberapa ayat Alquran berikut ini:
بلِّغوا عنّي و لو آية
“Sampaikanlah oleh kalian dariku walau satu ayat...” (HR. Bukhari dari ‘Abdullah bin ‘Amr)

 
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri."

  
“…Nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran.”
Dari dalil-dalil tersebut menjelaskan bahwa kita selaku umat nabi Muhammad diperintahkan untuk berdakwah. Baik dengan cara menyampaikan, mengajak, ataupun saling menasehati. Hal-hal tersebut tidak lain adalah dalam rangka berdakwah.
Lalu, bercermin dari diri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bahwa beliau diutus sebagai rasul tidak lain adalah untuk mengajarkan al-Kitab (Alquran) dan al-Hikmah (al-Hadits) –QS. al-Baqarah (2): 151—. Mengajarkan merupakan bentuk dakwah (ajakan), karena maksud dari mengajarkan tersebut agar mustami’ (orang yang mendengar) atau muta’allam (orang yang diajar) itu mengikuti Alquran dan al-Hadits sebagaimana yang telah diajarkan.
Selanjutnya, bagaimana dengan kita (khususnya sebagai seorang muslimah)?
Muslimah pun tidak luput dari kewajiban untuk berdakwah. Baik dakwah bil-lisan (dengan ucapan), bil-kitabah (dengan tulisan), atau bil-arkan (dengan perbuatan). Berdakwah itu terkadang dianggap sempit hanya sebatas ceramah saja, padahal dakwah tidak hanya itu. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dakwah itu mencakup semua hal yang bermaksud mengajak orang lain untuk mengikuti Alquran dan Hadits.
Satu langkah dalam berdakwah adalah dengan berilmu. Sebelum menyampaikan ilmu secara otomatis kita dituntut untuk mengetahui terlebih dahulu akan ilmu tersebut. Agar dapat dipertanggungjawabkan atas apa yang disampaikan. Jangan sampai bermaksud menyelamatkan malah jadi menyesatkan. Ketika sudah berilmu, maka kebutuhan selanjutnya adalah berjam’iyyah. Karena dakwah akan semakin kokoh dan teguh jika diiringi dengan berjam’iyyah (tidak sendirian). Sebagaimana hadits riwayat Ahmad dari Abu Dzar ra., “Dua lebih baik dari satu, tiga lebih baik dari dua, empat lebih baik dari tiga, maka wajib atas kamu berjama’ah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku kecuali dalam hidayah.”
Hadits tersebut menjelaskan bahwa berjama’ah lebih baik daripada tidak berjama’ah. Ada yang mengingatkan ketika kita keliru dalam menyampaikan. Ada yang mengarahkan ketika kita sesat di tengah perjalanan. Demikian juga dengan berorganisasi. Bergabung dengan suatu organisasi lebih baik daripada tidak berorganisasi. Salah satunya adalah organisasi kader, seperti halnya Himi Persis yang berperan didalamnya. Himi Persis merupakan nama suatu Ormawa (Organisasi Mahasiswa) di lingkungan kampus. Lebih baik bergabung di Himi Persis daripada sendirian. Agar tak hanya dakwah, namun juga berukhuwah.
Hal ini merupakan satu tahap dalam berdakwah. Jadi, yakinkan bergabung di dalam suatu organisasi adalah untuk berdakwah. Berdakwah, berdakwah, dan berukhuwah. Jika boleh diibaratkan, maka Himi Persis bagaikan kapal layar yang mengibarkan bendera dakwah berisikan para pejuang muslimah tangguh dalam menghadapi ribuan dentuman ombak kesesatan.
Dengan demikian, perjalanan hidup seorang muslimah tidaklah sebentar dan tidak pula lama, hanya tidak akan ada kesempatan lagi jika tidak dilakukan di kehidupan saat ini. Beribadah adalah bekalnya. Bekal untuk menghadap kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala kelak. Salah satunya adalah dengan berdakwah. Berdakwah dengan berilmu dan berjamiyyah. Maka dari itu, jangan sia-siakan waktu mudamu untuk tidak berjamiyyah –khususnya di Himi Persis—. Sekian. Wallahu Ta’ala A’lam
الله يأخذ بأيدينا إلى ما فيه خير للإسلام و المسلمين
إنّما العلم بالتّعلّم
Penulis,
Ghina Saniawati Ahmad (Bintu ash-Shalihah)



[1] Abul-Hasan Muqatal bin Sulaiman bin Basyir al-Azdy al-Balkhy. Tafsir Muqatal bin Sulaiman. Cet. Ke 4. Hal. 133

Bagikan

Jangan lewatkan

Ini dia tulisan ketum HIMI STAIPI GARUT, penasaran???
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.